Halusinasi

by - 06:07




Halusinasi

Nama saya Aliando. Hidupku cukup damai. Ayah yang bekerja keras, Ibu yang mencintaiku dan kakak perempuan yang cukup baik. Orang bisa bilang kalau aku cukup sejahtera. Namun segalanya berubah setelah kejadian itu…
            Biasanya, setiap hari minggu, aku bersama keluargaku bersantai-santai dirumah karena semua pada kelelahan. Namun, hari minggu itu, akan diadakan upacara pembukaan untuk sebuah toko jepang, dan aku sangat ingin melihatnya. Sebenarnya, upacara itu tidak terlalu penting. Meskipun itu tidak penting, aku tetap memaksakan ibuku untuk mengantarku kesana.
“Maaf ya Ndo… Ibu capek. Mungkin besok saja sepulang sekolah,” kata ibuku dengan wajah yang benar-benar terlihat kelelahan. Walaupun aku tahu bahwa ibuku akan sangat tersiksa bila harus mengantar-jemputku, aku bersikap keras kepala.
“Ibu tidak mengerti perasaanku! Kalau ibu benar-benar mencintaiku, pasti Ibu akan mengantarku,” begitulah ucapku. Lalu akupun berlari ke kamar dan membanting pintuku. Tak lama kemudian, ibuku membuka pintuku lalu berkata,
“Ayo, Ndo. Ibu antar.”
Saat itu, aku merasa cukup puas dengan kelakuanku itu. Akupun segera mempersiapkan diri dan masuk ke mobil, siap untuk menghadiri upacara pembukaan itu. Saat sampai, aku menyuruh ibuku untuk menjemputku saat sudah 2 jam. Aku megikuti upacara itu dengan sangat bahagia, tanpa rasa bersalah sama sekali.
            2 jam kemudian, aku menunggu dengan sabar untuk ibuku. Setelah menunggu 30 menit, rasa sabarku mulai menghilang. Aku terus-menerus menelpon HP ibuku, namun tidak dijawab. Akhirnya, aku melihat mobilku menuju arahku. “Akhirnya!” kupikir. Saat aku masuk mobil, ternyata yang menjemputku bukan ibu, tetapi ayah. Suasana di mobil terasa sangat tegang dan ada hawa kesedihan.
“Mana ibu?” aku bertanya. Namun ayahku hanya diam saja. Saat aku memperhatikan jalan, ternyata kita tidak menuju rumah, tetapi rumah sakit. Aku bingung. Mungkin Ayah ingin beli obat? Sesampainya di rumah sakit, ayahku berjalan menuju Dr. Herry, doktornya ibuku. Di belakangnya aku melihat kakakku menangis.
“Bagaimana kabarnya Dok?” tanya ayahku.
“Maaf Pak…”katanya, “sudah terlambat untuk menyelamatkannya.”
Itulah saat hidupku hancur.
            Aku tahu bahwa kematian ibuku adalah salahku. Bila aku tidak memaksanya untuk mengantarku ke upacara itu pada saat ia sedang lelah, mungkin aku masih bisa melihatnya tersenyum saat ini. Aku tak bisa memaafkan diriku. Setelah kejadian itu, entah kenapa, aku merasa Ibu memperhatikanku setiap saat. Tidak lama kemudian, aku bisa melihatnya. Pertama, aku melihatnya di depan toko jepang. Lalu aku melihatnya dimana-mana. Dia selalu mengikutiku kemanapun aku pergi, menatapku dengan sepasang mata yang tak berjiwa. Tidak ada tempat dimana dia tidak mengikutiku. Sekitar 1 bulan setelah itu, aku bisa berkomunikasi dengan Ibu. Saat aku sedang dalam kesusahan, Ibu selalu ada untukku, memberi nasihat untukku. Namun, suatu hari, kakakku mendengar perbincanganku dengan Ibu.
“Kamu bicara dengan siapa?” ia bertanya.
“Dengan Ibu. Ini dia didepanku. Ibu mau nanya kabarmu nih,” kujawab.
Sejak saat itu, Ayah mendaftarkanku di Rumah Sakit Mawar, yaitu rumah sakit jiwa. Aku sebenarnya tidak tahu mengapa aku dimasukkin situ. Aku tidak merasa sakit, namun menurut Dr. Anya (doktorku), aku menderita skizofrenia. Ketika aku mendengar perbincangan Dr. Anya dengan Ayah, aku mendapatkan ilmu bahwa skizofrenia adalah sebuah penyakit mental yang dapat terjadi karena keturunan maupun trauma. Dalam keadaanku, aku menderita skizofrenia karena trauma yang disebabkan kematian ibuku. Jadi sekarang aku sedang ber’halusinasi’, yaitu ‘melihat’ arwah ibuku, meskipun ia sebenarnya tidak ada disitu. Katanya juga, ‘penyakit’ ini sangat berbahaya karena bila ini terus-menerus terjadi, aku akan percaya bahwa orang itu adalh benaran disitu dan akan melakukan apa yang dikatakan oleh halusinasi itu, contohnya membunuh ataupun hal-hal lain. Jadi dengan terpaksa, aku harus mengikuti kegiatan-kegiatan disitu.
            Setelah sekian lama mengikuti kegiatan itu, aku ketemu seorang perempuan. Di pandanganku, dia perempuan tercantik yang pernah aku jumpai. Aku langsung jatuh cinta. Ternyata kita mengikuti kegiatan bersama yang sama dan dia pendatang baru.
“Semuanya, mohon perhatian,” kata Dr. Anya, “kami ada pendatang baru bernama Lucy. Sekarang, mohon semuanya memperkenalkan diri.”
Kamipun memperkenalkan diri kita masing-masing. Namun, Lucy hanya melihat lantai dengan sepasang mata yang terlihat seolah baru menangis. Ternyata, Lucy menderita anoreksia, yaitu gangguan makan.
“Pantes aja dia kurus sekali! Yah, gak masalah, dia seorang model di mata ku..” ku berpikir.
Tetapi, Lucy tidak pernah berbicara. Di setiap pertemuan ia hanya melihat lantai dengan mata yang kosong dan tidak mau menjawab siapapun. Meskipun itu, ia tetap menjadi cinta pertamaku. Aku ingin sekali menembaknya ataupun mengajak berbincang, namun ada suatu halangan. Pacarnya. Ternyata Lucy sudah mempunyai seorang pacar yang ‘sepertinya’ mencintainya dengan sepenuh hati. Aku menjadi iri hati dan langsung membenci cowok itu. Bisa-bisa nya dia merebut si Lucy dariku! Tetapi, dengan setengah hati, akupun diam saja.
            Setelah sebulan lewat, Lucy absen dari kegiatan bersama. Aku kira ia hanya sibuk sementara. Namun setelah ia telah absen untuk 3 kali pertemuan, Dr. Anya menyatakan dengan penuh kesedihan bahwa Lucy telah mengakhiri nyawanya dan pergi ke Tuhan. Aku kaget.
“Tidak mungkin! Seorang yang cantik seperti itu tidak mungkin bunuh diri!” ku berpikir.
Saat aku memandang tempat duduk yang biasanya ditempati oleh Lucy, aku kaget karena melihat seorang wanita yang cantiknya serupa dengan Lucy. Saat aku melihat lebih rinci, ternyata itu Lucy! Kejadian ini sama seperti ketika Ibu meninggal.
“Ini tidak mungkin karena sebuah penyakit! Itu benar-benar Lucy!” ku berpikir.
Lucy bisa dilihat sedang menangis. Ia mengangkat kepalanya dan memandangku dengan wajah serupa dengan malaikat dan berbisik di telingaku, “tolong.” Lalu, entah dari mana, muncul sebuah pemikiran. Pasti pacarnya itu yang membunuh cintaku itu dan menyatakan itu bunuh diri! Rasa marah di hatiku menutupi semua pikiran rasional di kepala. Kebetulan sekali, ia masuk ke dalam ruang kegiatan kami untuk menyampaikan sepatah tentang Lucy. Tanpa berpikir panjang, aku langsung berdiri dan lari ke cowok itu. Aku mulai mencekik dirinya sambil berteriak,
“Dasar kau! Bisa-bisanya ya kamu! Belum cukupkah merebutkan cintanya Lucy dariku? Sekarang kamu merebutkan jiwanya juga?!”
 Mukanya cowok itu menjadi sangat merah. Aku hanya tertawa.
“Gimana? Sekarang kau bisa rasakan apa yang dirasakan oleh Lucy saat kamu membunuhnya!”
Tiba-tiba ada dua orang petugas yang menarikku dari cowok itu. Ia langsung jatuh dan mengambil nafas udara yang banyak. Aku berusaha lari kepadanya tetapi dipegang oleh petugas-petugas itu. Aku langsung dibawa keluar ruangan dan dimasukkan ke dalam ruangan lain. Kedua petugas itu meninggalkan aku di situ dan keluar, mengunci pintu. Aku gedor-gedor pintu agar bisa keluar. Tetapi saya berhenti setelah mendengar suara Lucy,
“Berhentilah, sayang. Kau hanya akan melukai dirimu.”
Saat aku melihat ke belakangku, aku melihatnya. Aku jalan kearahnya, ingin memegangnya. Saat aku sudah didekatnya, ternyata ada sebuah pintu berkaca yang merupakan pintu menuju balkon yang menghalangiku. Saat aku mencoba membuka pintu itu, ternyata tidak dikunci. Lalu aku segera berjalan ke Lucy. Ternyata si Lucy sedang terbang di depannya pembatas balkon. Akupun naik ke atas pembatas balkon itu.
“Sini, apa kamu tidak mau memelukku?” ia bertanya.
“Tapi, kata Dr. Anya, kau hanya sebuah halusinasi!” ku berkata.
“Apakah aku terlihat seperti halusinasi?” Aku menggeleng kepalaku.
“Jadi apa yang menghambatmu? Eh, kamu mau gak sama aku?”
“Iya, aku sangat mau. Aku mencintaimu Lucy!” aku berkata.
“Aku juga cinta sama kamu Aliandoku…” Ia menjawab.
Air mata mulai keluar dari mataku. Ternyata si Lucy juga mencintaiku! Di sebelah Lucy, muncul lah ibuku yang bersenyum kepadaku.
“Aliando, anakku. Kita sudah lama tidak bertemu! Ayo, ikut bersama kami. Kita semua bisa bahagia!”
Di belakangku aku bisa mendengar suaranya Dr. Anya berteriak kepadaku. Namun aku tak peduli. Dua orang yang sangat kucintai sedang berdiri di depanku! Aku hanya bisa lihat wajah Lucy yang tersenyum untukku. Akhirnya aku bisa bersama dengannya. Aku mengambil langkah untuk memeluk si Lucy. Aku dengar seseorang berteriak,
 “Tidak!!”
Aku hanya menutup mataku dan memeluk Lucy. Aku bisa merasa diriku jatuh. Tetapi yang ada di pikiranku hanya Lucy. Lucy, Lucy, Lucy. Akhirnya aku bisa bersamamu.

-Rahma Sekar Andini-

Hey guys! Di post ini aku pakai bahasa Indonesia <3 karena mau upload cerpen buatan kuu berjudul 'Halusinasi'... Temanya Sosial yaa...Hope you like it!
P.s tolong JANGAN PLAGIAT!! KALAU KETAUAN BAKALAN ADA SANKSINYA karena aku sudah pasang COPYRIGHTS. 
Thx :3

You May Also Like

0 comments

©2017 R.S.Andini, All Rights Reserved